Pintu Masuk Goa Gebyok |
Tak ada rotan, akar pun jadi.
Mungkin ini satu-satunya pepatah pelipur lara ketika kita mencari alternatif lain
disaat keinginan semula tak tercapai. Awalnya bulan maret 2013 saya punya
keinginan terpendam untuk mengunjungi sebuah pulau kecil di ujung barat pulau
Sumbawa. Namun apa daya ternyata Gagal Berangkat!!! Akhirnya saya melihat-lihat
lagi penawaran dari seorang teman untuk mengikuti trip caving di Goa Gebyok gunung kidul, Jogjakarta. Ceritanya begini : teman
saya itu sudah dua kali mengikuti trip yang sama yang diadakan Katamata Adventure, dan yang terakhir
adalah trip caving di Goa Cokro dan Goa Senen. Ya memang kedua goa tersebut sudah
di kelola secara rapi, meskipun masih tergolong sebagai wisata minat khusus. Tapi
disaat membaca penawaran trip ke Goa Gebyok ini, aku jadi semakin penasaran,
karena sama sekali tidak aku temukan informasi mengenai goa ini di internet. Hanya
satu halaman penawaran dari sebuah Adventure
Organizer di Jogja yang menyinggung paket caving mereka di goa ini, tanpa mencantumkan foto dan menyebutkan
level kesukaran goa ini. Sebelum tulisan ini saya posting, memang ada tulisan
dari mbak Femi tentang Goa Gebyok. Yup, memang karena mbak Femi itu salah satu teman
seperjuangan saya ketika akrobat di dalam Goa. Jadi kalau trip goa Senen dan Goa Cokro sudah
masuk kategori wisata minat khusus, berarti
trip Goa Gebyok ini bisa di katakan wisata minat khususil khusus (lebih khusus). Sebenarnya trip yang di adakan ini
bersifat tertutup dan sangat selektif dalam memilih peserta. Karena perjalanan
di dalam goa sendiri akan memakan waktu kurang lebih 8 jam dengan cara rappelling sampai 4 kali mengingat Goa
Gebyok ini memiliki tipe semi vertikal. Ditambah lagi dengan lorong yang
sempit, di aliri sungai bawah tanah dan sebelum pintu keluar terdapat lorong
yang berdiameter sekitar 40 cm. jadi benar-benar ukuran tubuh dan nyali menjadi
perhitungan pihak penyelenggara.
Sesuai kesepakatan, meeting point di depan stasiun Tugu
Jogja pukul tujuh pagi. Dari sini kita menuju ke pantai Siung, Gunung Kidul
Jogja dengan lama perjalanan kurang lebih dua jam. Gunung kidul terkenal dengan
potensi pariwisata goa dan pantai yang indah. Tidak heran karena Gunung Kidul
merupakan daerah pegunungan karst, jadi hampir di setiap kecamatan di Kabupaten
Gunung Kidul ini rata-rata terdapat hampir sekitar 30 goa yang sudah di
temukan. Termasuk salah satunya goa yang sudah di buka untuk umum seperti goa
pindul, kalisuci, goa cokro, goa senen, dan goa Jomblang yang paling besar.
Basecamp kami terletak di sebuah
warung di pantai Siung, disini kami menyiapkan segala peralatan dan sekaligus briefing mengenai kondisi goa dan
lain-lain. Peralatan yang wajib di pakai oleh setiap peserta adalah helm,
senter kepala, sepatu, harness, persediaan air secukupnya dan pakaian yang
nyaman untuk berbasah-basah. Setelah beristirahat cukup dan makan siang di
basecamp yang ada di Pantai Siung, kami pun berangkat menuju goa Gebyok
menggunakan kendaraan jeep. Dari tempat parkir kendaraan kami masih harus
berjalan kurang lebih 1 Km melintasi perkebunan warga untuk menuju lokasi mulut
goa. Jika di lihat dari jalan setapak perkebunan, pintu masuk goa ini hampir
tidak terlihat. Pintu ini tersembunyi di balik pohon bambu dan terletak sedikit
lebih tinggi dari jalan setapak, ditambah lagi kondisi lubang masuk vertikal
yang menyerupai sebuah rekahan di tanah. Untuk masuk ke dalam mulut goa harus
menggunakan teknik rappelling atau
teknik menuruni bukit dengan menggunakan tali. Dari dalam mulut goa ini, cahaya
matahari seakan melukis di langit-langit goa, di temani suara gemericik air
sungai menemani suasana sunyi menembus kegelapan abadi.
Rapelling |
Awal perjalanan kami memasuki goa
gebyok ini di sambut dengan lorong yang sangat besar, dan berair. Kurang lebih
90% selama perjalanan saya di goa gebyok ini mengikuti aliran sungai di dalam
goa, meskipun begitu, goa ini aman untuk di telusuri. Menurut mas Agus tim
leader kami sekaligus pemerhati speleologi, ada 2 tipe goa secara umum, yaitu
goa aktif dan goa fosil. Goa aktif biasanya berair dan masih terpengaruh oleh
kondisi di luar goa, sedangkan goa fosil, kondisi di dalamnya tidak terpengaruh
oleh kondisi di luar goa. Jadi meskipun goa Gebyok ini masih terdapat aliran
air, namun bisa di katakan masuk ke dalam kategori goa fosil. Pada saat kami
melakukan penyusuran, terjadi hujan lebat di luar goa, namun kondisi kenaikan
debit air di dalam goa tidak sampai ekstrim dan masih aman untuk di lalui.
Menunggu giliran turun |
Ruang Pertama |
Selama perjalanan di dalam goa,
kami harus merayap, merangkak dan bergelantungan di tali. Karena itu sebaiknya
kita harus memakai sarung tangan agar telapak tangan kita tidak terluka
terkenan bebatuan yang tajam. Namun perlu di ingat agar selama perjalanan ini
kita tidak menyentuh sembarangan dinding goa, terlebih lagi untuk bebatuan
aktif yang berwarna putih. Karena jika kita menyentuh bebatuan itu, bisa
mengakibatkan pertumbuhan batu tersebut akan terhenti. Selalu was was, dan
memperhatikan langkah kaki kita dan sesekali menengok ke atas apakah ada
stalagtit di atas kepala kita. Kebanyakan interior goa berupa stalagtit akan
rusak karena berbenturan dengan helm atau terkadang karena sentuhan tangan
manusia. Sesekali kami mematikan lampu senter kami sekedar ingin merasakan
sensasi kegelapan abadi di dalam Goa Gebyok. Dalam suasana gelap pekat, kami
pun mencoba untuk terdiam sejenak. Hanya merasakan gemericik air yang
terdengar, kegelapan abadi di mana-mana, benar-benar luar biasa.
Interior di dalam goa ini semakin mengusik
ketertarikanku, bebatuan aktif yang seolah bersinar jika kita sorot dengan
senter, belum lagi serangga-serangga albino. Mulai ruangan aula yang sangat
luas, sampai dengan lorong selebar selokan dan belum lagi lorong-lorong air
yang mengeluarkan hawa hangat benar-benar membuat andrenalinku tumpah.
Terpeleset di saat rappelling dan
reflek ketika mendengar aba-aba “rock
fall!”, sepertinya menjadi santapan buat para pecinta goa. Namun semua itu
tidak membuatku menjadi kapok, dan suatu saat aku pasti akan mengunjungi gunung
kidul lagi.
0 komentar:
Posting Komentar